Kompetisi dan Persaingan Industri Antariksa di AS yang Saling 'Mematikan'

Jika dilihat dari kemampuan industri antariksa AS, baik swasta maupun pemerintah, maupun lainnya di dunia sebenarnya misi eksplorasi ke antariksa sudah sangat mudah dilakukan jika masing-masing pemain bekerja sama.

NASA yang mempunyai roket SLS misalnya akan lebih mudah meluncurkan muatannya jika dibantu Falcon-9 sebagai booster.

Namun hal itu tidak terlihat dalam pemberitaan padahal NASA juga memberikan kontrak ke SpaceX dalam pengiriman astronot ke bulan.

Artinya jika kerjasama dengan SpaceX bukan hal yang tabu, lalu mengapa tidak menggunakan Falcon-9 sebagai booster?

Begitu juga DreamChaser yang sudah memiliki wahana antariksa pengganti Shuttle, mengapa tidak itu saja yang digunakan oleh SpaceX mengantarkan muatan ke ISS.

Atau kalau tidak terpakai mengapa tidak ditawarkan saja ke Jepang atau Eropa untuk dimanfaatkan.

Keanehan inilah yang menjadi pertanyaan oleh penyuka antariksa karena pada kenyataan, hampir semua proyek antariksa hanya mengharapkan kontrak dari NASA.

Sebagaimana juga di Tiongkok dan Rusia.

Ada banyak negara yang kalau diajak akan bermanfaat bagi AS jika diajak.

Misalnya, SpaceX atau perusahaan AS lainnya yang tidak mendapatkan proyek dari NASA mengapa tidak menawarkan UAE atau Arab Saudi untuk membangun stasiun antariksa?

Karena hal itu belum tentu disetujui oleh NASA. Begitu juga Rusia dan Tiongkok yang sampai saat ini masih terkendala pendanaan membangun stasiun antariksa, akan sulit mengajak negara kaya lain tapi minim teknologi untuk membangun bersama stasiun antariksa.

Sepertinya masih ada rencana untuk menjadi negara lain hanya sebagai konsumen menjadi astronot saja di ISS daripada keseriusan mewujudkan rencana jangka panjang kemampuan manusia ekplorasi Mars.



Post a Comment

0 Comments