Retaknya Dewan Pimpinan Kepresidenan Yaman atau PLC kini memasuki fase yang jauh lebih berbahaya daripada sekadar perbedaan pandangan politik. Di balik keputusan Rashad al-Alimi yang membatalkan perjanjian pertahanan dengan Uni Emirat Arab, muncul pertanyaan besar yang selama ini dibicarakan diam-diam: apakah empat anggota PLC lainnya sejak lama mengetahui, atau bahkan membiarkan, manuver Dewan Transisi Selatan yang membangun kekuatan militer di luar kendali negara.
Sejumlah sumber politik di Aden dan Mukalla menyebut bahwa ketegangan ini bukanlah ledakan mendadak, melainkan akumulasi konflik laten sejak pembentukan PLC. Struktur kepemimpinan kolektif yang dipaksakan oleh kompromi regional membuat setiap anggota membawa agenda sendiri, termasuk hubungan khusus dengan aktor eksternal dan milisi lokal.
Dalam konteks ini, langkah Aidarus al-Zoubaidi, Abdulrahman al-Mahrami, Faraj al-Bahsani, dan Tareq Saleh menentang keputusan Al-Alimi dibaca bukan semata pembelaan terhadap Uni Emirat Arab. Banyak analis menilai mereka sejak awal memahami, bahkan mengakomodasi, penguatan militer Dewan Transisi Selatan sebagai kartu tawar politik jangka panjang.
Pertanyaan kunci kemudian muncul: bagaimana jika keempat anggota PLC tersebut benar-benar keluar dan membentuk kepemimpinan tandingan. Skenario ini tidak lagi dianggap mustahil, terutama jika kebuntuan politik terus berlanjut dan legitimasi Al-Alimi semakin dipertanyakan di wilayah selatan dan pesisir.
Jika skenario itu terjadi, Yaman berpotensi memiliki dua entitas de facto sekaligus. Di utara, Houthi tetap berfungsi sebagai negara bayangan dengan institusi lengkap. Di selatan dan barat daya, kepemimpinan baru berbasis Dewan Transisi Selatan dan sekutunya bisa muncul sebagai entitas kedua yang mengklaim legitimasi politik dan militer sendiri selain PLC.
Namun, berbeda dengan Houthi yang menguasai wilayah padat penduduk dan pusat administratif tradisional, entitas Selatan akan menghadapi tantangan geografis dan sosial yang lebih kompleks. Kendali atas Aden dan Mocha memberi akses pelabuhan strategis, tetapi tidak otomatis menjamin stabilitas teritorial jangka panjang.
Lembah Hadramaut menjadi ujian terberat. Wilayah ini luas, berlapis struktur sosial suku, dan selama ini tidak sepenuhnya tunduk pada satu kekuatan. Pasukan Dewan Transisi Selatan memang memiliki kehadiran di pesisir, namun penguasaan lembah membutuhkan legitimasi lokal yang belum tentu mereka miliki.
Situasi serupa terjadi di Al-Mahra. Provinsi ini relatif homogen secara sosial dan sejak lama sensitif terhadap kehadiran militer asing maupun milisi dari luar. Upaya mempertahankan Al-Mahra dengan kekuatan bersenjata justru berisiko memicu perlawanan lokal yang melemahkan posisi kepemimpinan baru.
Empat anggota PLC yang berseberangan dengan Al-Alimi tampaknya menyadari keterbatasan ini. Karena itu, sebagian analis melihat bahwa strategi mereka bukan membangun negara penuh, melainkan entitas de facto berbasis pelabuhan, jalur laut, dan pusat ekonomi pesisir.
Dalam kerangka ini, Aden, Mocha, dan sebagian pesisir Hadramaut lebih realistis dipertahankan dibandingkan lembah dan wilayah pedalaman. Model kekuasaan semacam ini menyerupai negara maritim, bukan negara teritorial klasik.
Namun, status de facto tidak otomatis berarti keberlanjutan. Tanpa pengakuan internasional, entitas baru akan sangat bergantung pada dukungan eksternal dan arus logistik yang stabil, sebagaimana RSF dengan pemerintahan Nyala-nya di Darfur, Sudan. Kasus masuknya senjata melalui Mukalla justru memperlihatkan kerentanan jalur tersebut terhadap intervensi regional.
Di sinilah muncul dugaan bahwa empat anggota PLC sejak lama mengetahui “permainan” Dewan Transisi Selatan. Dengan membiarkan jalur logistik semi-formal berkembang, mereka seolah menyiapkan infrastruktur kekuasaan alternatif jika PLC pusat runtuh.
Langkah Saudi membom rantis di Mukalla mengubah kalkulasi tersebut secara drastis. Riyadh mengirim sinyal bahwa entitas bersenjata di luar kendali negara tidak akan dibiarkan berkembang bebas, bahkan jika dibungkus narasi mitra koalisi.
Jika empat anggota PLC benar-benar keluar dan mendeklarasikan kepemimpinan sendiri, mereka akan berhadapan dengan dilema strategis. Di satu sisi, mereka memiliki basis militer yang nyata. Di sisi lain, mereka harus menghadapi tekanan Saudi, resistensi lokal di pedalaman, dan bayang-bayang Houthi di utara.
Houthi sendiri kemungkinan akan memanfaatkan perpecahan ini. Semakin banyak entitas bersaing di selatan, semakin kecil tekanan terkoordinasi terhadap Sana’a. Dalam skenario terburuk, Yaman bisa terfragmentasi menjadi lebih dari dua pusat kekuasaan de facto dan PLC sudah harus mulai memikirkan untuk memindahkan Bank Sentral dari Aden.
Bagi Al-Alimi, ancaman terbesar bukan hanya kehilangan dukungan internal, tetapi kehilangan klaim sebagai satu-satunya otoritas sah. Jika empat anggota PLC membentuk kepemimpinan sendiri, legitimasi internasional Yaman akan memasuki zona abu-abu yang berbahaya, meskipun legitimasi tetap ada pada PLC bukan entitas baru.
Bagi kawasan, munculnya negara de facto kedua di selatan akan mengubah peta keamanan Laut Arab dan Bab al-Mandab. Jalur perdagangan internasional bisa menjadi arena tarik-menarik pengaruh yang jauh lebih intens.
Situasi ini menunjukkan bahwa krisis Yaman telah bergerak melampaui konflik pemerintah versus Houthi. Ia kini berubah menjadi pertarungan antar-proyek negara, masing-masing dengan patron, milisi, dan logika kekuasaan sendiri.
Pada akhirnya, kemampuan mempertahankan Hadramaut dan Al-Mahra akan menentukan apakah kepemimpinan tandingan itu benar-benar menjadi negara de facto, atau hanya koalisi rapuh berbasis pelabuhan. Tanpa legitimasi sosial di pedalaman, kekuasaan pesisir akan selalu rentan.
Perpecahan PLC bukan sekadar konflik elite, melainkan titik balik yang dapat mengunci fragmentasi Yaman untuk satu generasi ke depan. Jika tidak dihentikan, negara ini berisiko hidup dengan dua, bahkan tiga atau empat realitas politik yang saling bermusuhan dalam satu peta yang sama. Hak itu karena Taiz akan menjadi 'pulau' yang terkepung antara Houthi di utara, Mocha di barat dan STC di timur dan selatan.

0 Comments